Kamis, 03 Oktober 2013
Kamis, 05 September 2013
Senin, 27 Mei 2013
cerpen baru ;D
IMAJI NISBI
Dia berbeda. Jika pria lain
lebih suka mengajak ke Dufan atau pergi
nonton di 21, ia lebih suka mencuri waktuku dan membawaku ke tempat indah yang
kukira selama ini hanya khayalan.
Daritadi ia
berjalan di depanku, memimpinku menapaki jalan setapak berbatu. Kanan-kirinya
berhias semak-semak dan pepohonan. Selama berjalan itu aku tak fokus pada
jalan. Mataku menggerayangi lingkungan sekitar. Pepohonan yang berdiri lumayan
rapat, membuat sinar matahari terpaksa menerobos melalui dedaunannya.
Suasana yang
senyap membuat bulu kudukku berdiri. Rasa takut mulai menyelimuti dan kakiku
telah berkali-kali tersandung bebatuan. Tapi kulihat Bian tetap tenang
melangkah jauh didepanku.
Nafasku mulai
tersenggal-senggal. Padahal baru 10 menit kami berjalan. Tapi semakin lama
jalan semakin tinggi. Aku berhenti sejenak dan mulai menyusul Bian lagi.
Setelah berhasil menyusulnya, aku langsung terduduk, tak peduli celanaku
langsung bersentuhan dengan tanah.
“Capek Bi,
capek,” kataku tersenggal-senggal. Bian hanya diam memandangi jurang yang ada
di depan kami. Mataku ikut memandangi jurang itu. Jurang yang terdiri dari
tebing-tebing menawan. Di depannya berbaris bukit-bukit hijau yang berkaki
hamparan sawah hijau dan kuning.
Sejenak
lelahku hilang dan aku mulai berdiri untuk membentangkan tanganku di tepian.
Kupejamkan mataku dan kuhirup udara sejuk itu dalam-dalam. Segenap masalahku
dan energi negatif seakan ikut hilang saat aku menghembuskan nafas.
“Subhanallah,
bagus banget ini Bi!” teriakku penuh dengan bunga-bunga di hati.
Bian hanya
tersenyum. Ikut senang melihatku senang.
“Haduh ini
dimana Bi? Bandung daerah mana??” tanyaku memberondong Bian.
“Tak perlu
kamu tau dimana, yang penting kamu sudah disini,” jawabnya.
“Ah iya!
Indah banget disini!” aku termakan omongan Bian yang tak mau memberitahuku nama
daerah yang kupijaki ini. Aku kembali terpukau oleh hamparan sawah
berwarna-warni yang terbelah aliran sungai jernih yang memantulkan cahaya
matahari.
“Daripada
pergi nonton atau ke tempat rame, mending disini kan mengagumi ciptaan Sang
Ilahi, “ kata Bian membuyarkan keterpesonaanku.
“Tapi kamu
curang!” Alis Bian langsung terangkat dan dahinya berkerut-kerut saat kutuduh
begitu. “Harusnya kamu bilang mau ngajak aku ke tempat seindah ini! Tau gini
kan aku bawa kamera!” aku pura-pura ngambek. Tapi Bian hanya tertawa.
Menyebalkan sekali! Memang beda.
“Biasanya kan
kamu selalu bawa kamera Cha,” katanya kemudian.
“Kan tadi aku
pikir kita mau nonton. Kalau nonton kan gak boleh bawa kamera Bi,”
“Kan kamu
tahu sendiri kalau aku gak suka tempat rame?”
Benar juga
sih! Sialan! Aku yang pilon ternyata! Kasian kameraku stay at home alone. Tak dapat membingkai view seindah ini.
“Huh! Aku
pengen foto Bi!!” teriakku kesal. Maklumlah aku tergolong anak yang narsis.
Dikit-dikit foto, sama pohon foto, sama kucing foto, sama pak satpam foto, sama
foto juga foto.
“Biarkan
momen ini hanya terlukis dihati dan pikiranmu Cha,” katanya pelan tapi cukup
mengalihkan perhatianku kepadanya.
“Kenapa?”
reflek aku bertanya.
Bian hanya
diam saja. Aku sadar pertanyaan yang hanya terdiri dari satu kata itu salah. Ya
ampun! Lagi-lagi aku pilon!
Aku dan Bian
hanya teman. Teman dekat. Namun kedekatan kita hanya melalui dunia maya dan
dibelakang teman-teman sekolah. Bukan karena aku telah bersama Tomi, tapi karena
ia pemalu dan pendiam. Pernah suatu kali salah satu teman kami membaca smsku di ponsel Bian, dan tersebarlah
gosip yang aneh-aneh. Aku pun harus menjelaskan yang sebenarnya pada Tomi.
Untungnya Tomi mempercayaiku namun hubungan baikku dengan Bian mulai merapuh.
Seiring
berjalannya waktu, kami mulai dekat kembali dan harus ‘menjaga’ hubungan baik
itu dari teman-teman sekolah.
“Maaf Bi, aku
tahu kamu gak suka digosipin kayak waktu itu..” kataku.
Bian
tersenyum,” Tidak semua kenangan itu harus diabadikan Cha.”
“Iya Bi iya,
maaf ya. Aku juga gak suka digosipin kok. Lagian sapa sih yang suka? Emangnya
artis?” aku mengambil nafas sejenak, “Apalagi posisiku sama Tomi. Pasti mereka
ngiranya aku selingkuh sama kamu.”
“Sudahlah
Cha, tak usah dipikirkan omongan orang lain yang membuatmu hancur. Yang
terpenting kamu gak seperti yang mereka bilang,” Bian menenangkanku. Aku
tersenyum. Dia memang berbeda. Dia sahabat yang benar-benar bisa mengerti
keadaanku.
“Aku senang
berteman denganmu Cha,” ucapnya kemudian.
“Aku juga Bi.
Makasih ya kamu selama ini ada buat aku.”
Kami terdiam
beberapa saat. Kemudian Bian berdeham-deham, tapi pikiranku terlalu sibuk
memikirkan nasibku yang entah bagaimana rasanya ini.
“Ngomong-ngomong
Tomi?” Bian kemudian bertanya.
“Dia yang
selingkuh,” aku tak sadar menjawabnya.
“Apa?!” Bian
kaget. Baru kali ini ia berkata keras, di dekat telingaku pula.
“Hah? Apa
Bi?” lamunanku buyar oleh kekagetannya.
“Katamu
tadi?” Bian masih tak percaya.
“Apaan sih?”
aku berharap yang kuucapkan tadi salah.
“Tomi
selingkuh?” tanya Bian lagi, memastikan.
Ternyata
ucapanku benar. Kubenamkan mukaku dalam lipatan tangan yang kutaruh diatas
lutut. Air mataku mulai menetes. Tangisku pecah. Dadaku sesak sekali. Sekalipun
aku berada di tempat sesejuk ini, aku kesulitan bernafas. Aku sesenggukan. Ciri
khas tangisku yang parah.
Tiba-tiba
kurasakan hangat pada pundakku. Bian merangkulku! Baru kali ini kami berkontak
fisik. Ia berusaha menenangkanku tapi tangisku malah semakin menjadi-jadi.
Tabahkan aku
Ya Allah!
“Sudah Cha
sudah, jangan dipikirkan,” Bian tetap menenangkanku.
“Dia belum
tahu kalau aku tahu dia selingkuh Bi,” ucapku terisak-isak.
“Lalu
darimana kamu tahu dia selingkuh?” tanya Bian.
“Kemarin aku
liat dia di coffee box sama cewek
Bi,” jelasku singkat.
“Adiknya
mungkin? Atau kakaknya? Atau malah tantenya? Mamanya? Posthink dulu dong Cha,” Bian terus menenangkanku.
“Cewek itu
Tina Bi..” aku reflek mengangkat mukaku dan melihat wajah Bian. Meyakinkan dia
bahwa Tomi benar-benar selingkuh. Dengan Tina, temanku sendiri.
Aku segera
mengusap air mataku yang membasahi seluruh wajah dan mencoba tetap tersenyum.
“Lalu
sekarang gimana?” tanyanya. Aku hanya menggelangkan kepala.
“Semua
terserahmu Cha. Saranku apapun tindakan yang kau ambil, pikirkan baik-baik dan
selesaikan dengan baik-baik juga. Jangan bawa emosi,”
Aku
mengangguk. Bukan hanya karena paham dengan ucapan Bian, tapi telah menemukan
tindakan yang harus aku pilih.
Selama ini
Tomi hanya mempermainkanku dengan menjadikanku kekasih semu dan kemudian
berkencan dengan sahabatku sendiri.
Dan selama
ini juga seharusnya aku sadar bahwa aku telah memiliki Bian yang selalu ada
untukku. Yang selalu membantuku, yang selalu menghiburku dan menemaniku.
Sekalipun tak ada hubungan spesial diantara kami, aku tak perlu lagi mencari
karena aku telah menemukannya, karena dia telah bersamaku sekarang.
“Pacaran itu
tak penting Cha, malah membuat kita rugi. Cukup selalu ada untuk menemani kita
dan memperhatikan kita dengan sewajarnya, “ aku terpaku mendengar ucapan Bian.
“Dan yang terpenting, Echa masih punya Allah. Dan Bian selalu ada buat Echa,”
lanjutnya liri
Sabtu, 23 Maret 2013
UTS x__x
Senin besok UTS :D
Kmarin try out dadakan. yang ngadain bimbel neutron. soal2nya diambil dari UN sma SNMPTN.
untuk jurusan bahasa kayak aku, ternyata SNMPTNnya pake jurusan IPS. Nah, matematikanya IPS sma bhasa itu beda materinya. aku banyak yang gak bisalah u.u
tadi seneng banget gara2 mas :)
makasih ya mas
aku bakal nunggu mas sampai UAN selesei kok :)
mas jangan kecewain aku aja :D
#just intermezzo ;)
ini cerpennya ;)
Alhamdulillah cerpennya udah kelar nih :)
silahkan membaca :)
ELEGI DUA HATI
Oleh Sulissya Nur
Syafa’ati
Anggrek resto adalah
tujuan Tia dan Ary untuk candle light
dinner malam itu. Seperti namanya, banyak tergantung bunga anggrek di
setiap sudut restoran itu. Ditambah gemericik air yang terjatuh dari air terjun
buatan dan cahaya temaram dari lilin-lilin di setiap meja yang menambah suasana
hangat antara Tia dan Ary.
Selepas
makan malam, Ary berencana untuk mencarikan cincin pertunangan mereka yang
rencananya akan dilaksanakan bulan depan. Tapi melihat Tia yang daritadi sibuk
dengan BBnya, bahkan untuk memesan makanan pun ia meminta Ary dengan memesankan
makanan favoritnya, Ary curiga.
“Sayang?”
tanya Ary.
“Hmm?” respon Tia tanpa mengangkat
wajahnya dari layar BB.
“Nanti jadi
nyari cincin kan?” tanyanya lagi.
“Ya jadilah
sayang. Kalau gak jadi ya pertunangan kita juga gak jadi dong,” jawab Tia tapi
tetap sibuk dengan keypad di BBnya.
“Hmm,” Ary berpikir untuk bertanya
lagi. “Kamu sibuk ngapain sih?”
“Ini temen
kecilku,” jawab Tia sambil tersenyum.
“Cowok?” Ary
memberanikan diri.
“Bukanlah
sayang,” baru sekarang mata Tia melihat Ary dan digenggamnya tangan Ary dengan
sepenuh hati. Ary lega.
“Kamu sih
sibuk banget BBannya. Aku dicuekin,” kata Ary.
“Iya-iya
maaf. Soalnya dia ini temen kecil aku yang dulu pindah ke luar negeri. Nah
sekarang dia balik lagi kesini,” jelas Tia.
Pelayan
datang membawakan makanan mereka. Tanpa aba-aba
mereka mulai melahapnya sedikit demi sedikit. Dan Tia mulai bercerita
tentang teman kecilnya itu disela-sela makannya.
“Sudah,
habiskan dulu makananmu. Setelah itu kita cari cincin untuk pertunangan kita
dan bolehlah kamu cerita tentang dia lagi,” Ary tersenyum dan mencubit pipi
Tia.
“Aw,” Tia
tersenyum dan melanjutkan makannya.
“Sayang, ini
Viska,” kata Tia kepada Ary. Ary pun bersalaman dengan Viska, dan saling
memperkenalkan diri.
“Ary,” kata
Ary.
“Calon
tunanganku,” sambung Tia sambil tersenyum.
“Viska,”
sahut Viska.
“Sahabatku
yang paling baik,” Tia lalu merangkul Ary dan Viska sembari berjalan menuju
mobil.
“Kita kemana
sayang?” tanya Ary setelah duduk di depan kemudi.
“Ke rumah
belanda di dekat taman kota,” kata Tia sambil menutup pintu mobil.
“Wah, kita
dulu sering kesitu ya Ti,” kepala Viska melongok di antara kursi mobil depan,
karena dia duduk di kursi belakang sendirian.
“Iya. Dulu
kita masih TK. Lari-larian terus main petak umpet,” respon Tia. “Tempatnya
bagus yang buat foto, pra-wedding,”
Tia tersenyum kepada Ary.
“Oh iya? Aku
belum pernah kesana,” kata Ary.
“Bagus Ry
foto pra-wedding disana. Undangan
pernikahan kalian pasti bagus,” sambung Viska.
Mobil pun
terus melaju menuju rumah belanda.
Sesampainya
di rumah belanda, Tia langsung sibuk dengan kameranya dan mulai mencari
sudut-sudut yang indah dari rumah belanda itu tanpa mempedulikan Ary dan Viska
yang telah berada jauh di belakangnya.
Tia terus
memotret dan naik ke lantai dua sendiri. Dia tak menyadari bahwa Ary dan Viska
tetap berada di lantai satu.
Pemandangan
dari lantai dua jauh lebih indah dari lantai satu. Tia mulai sibuk memotret
lagi dari setiap sudut beranda yang menghadap ke halaman rumah belanda ini.
Cekrek!
Tia memencet
tombol shutter dan melihat hasil
jepretannya. Disana ada Ary dan Viska sedang tertawa bersama. Tia merasakan
kedekatan mereka yang cepat. Dan tanpa sadar Tia berlari ke bawah untuk
menghentikan canda tawa Ary dan Viska.
“Seru banget
nih kayaknya,” kata Tia.
“Eh sayang,
udah selesai motonya? Lihat, lihat,” Ary langsung merebut kamera dari tangan
Tia dan mulai melihat foto-fotonya.
“Aku moto
kalian dari atas sana tadi. Bagus hasilnya,” kata Tia sambil menunjuk tempat ia
memoto tadi. Hatinya sakit saat mengatakannya.
“Oh ya? Lihat
dong!” Viska langsung merebut kamera dari tangan Ary. Dan mulai memuji
keindahan foto itu.
“Habis ini
makan dimana?” tanya Ary pada Tia.
“Di rumah
aja. Males kemana-mana,” Tia lalu berjalan cepat menuju mobil. Ary mengikuti
dengan bingung. Dan Viska tetap melihat-lihat foto tanpa menangkap rasa sakit
hati Tia.
“Kenapa sih?”
tanya Ary setelah semua berada di mobil.
“Gak papa
kok. Pulang aja sekarang. Kepalaku tiba-tiba pusing.”
Ary pun
segera melaju ke rumah Tia.
“Ti, bagus
fotonya, nih,” Viska menyerahkan karema pada Tia. Tia menerima dengan
ogah-ogahan.
“Di foto tadi
kita cocok banget ya Ry,” kata Viska bermaksud menggoda Tia. Tia makin jengkel
dibuatnya. Ary melirik Tia dan tak menanggapi Viska.
“Beneran gak
makan siang diluar yang?” tanya Ary lagi sebelum Tia keluar dari mobil.
“Enggak,
kalok kamu mau, sama Viska aja sana,” Tia membanting pintu mobil lalu berlari
masuk menuju ke rumah sebelum Ary sempat untuk menyusulnya.
“Istirahat
yang!” teriak Ary dari mobil.
Blam!
Tapi Tia
sudah membanting pintu rumahnya.
Ary bingung
dengan Tia dan memutuskan untuk pulang saja, “Kamu gak turun Vis?” tanya Ary.
“Kukira kita
mau makan,” kata Viska lesu.
“Tia marah
Vis, masak aku malah makan sama kamu, berdua,” kata Ary ketus tanpa melihat
wajah Viska.
“Duh, Tia
emang suka gitu. Caper sama kamu. Ya udah kalok gak jadi makan,” Viska membuka
pintu mobil, ”Eh, tapi kapan-kapan jadi ya?”
Ary menoleh
lalu tersenyum baru Viska keluar dari mobil.
“Hallo
sayang? Jemput aku di kampus ya?” kata Tia dari telepon.
Ary ingin
segera ke kampus dan menjemput kekasihnya itu, tapi dia sudah terlanjur ada
janji lunch bersama Viska. Dan dia
sekarang sudah berada di kursi depan mobil Ary, tempat Tia biasa duduk.
Tia mendengar
jawaban Ary yang tidak dapat menjemputnya dengan tidak adanya rasa heran. Tia
pun memutuskan pulang dengan taxi dan
mampir beli cupcake keju di toko roti
dahulu.
Taxi yang dinaiki Tia
berhenti di depan rumah Viska. Setelah membayar, Tia turun dan mulai mengetuk
pintu rumah Viska itu. Tapi tak ada jawaban. Tak ada sahutan. Dengan lemas Tia
berjalan menuju rumahnya yang berada di seberang rumah Viska sambil memandangi cupcake keju kesukaan Viska.
Sejam
berlalu. Tia mendengar suara mobil berhenti di depan rumah Viska dan tawa Viska
yang renyah. Dengan cepat Tia segera keluar rumah untuk memberi cupcake keju kepada Viska. Tapi
dilihatnya Viska sedang berpamitan dengan pemilik mobil dengan mengecup pipi.
“Ary..” suara
Tia ternyata lebih keras dari yang ia duga.
Sang pemilik
nama menyadarinya. Cupcake keju yang
digenggam Tia jatuh dari tangannya. Kedua pasang mata itu menatap Tia dengan
diam dan kebingungan. Tia berharap sang pemilik nama segera datang untuk
menjelaskan semua kebohongan itu. Namun ia malah pergi dan Viska segera masuk
rumahnya tanpa ada kata.
Seminggu
berlalu. Dan minggu depan adalah hari pertunangannya dengan Ary. Seminggu itu
Tia tak masuk kampus sama sekali. Hanya berdiam diri di rumah dengan dandanan
siap masuk ke rumah sakit jiwa. Tak makan, tak mandi, tak minum, tak tidur.
Semua organ tubuhnya seperti telah mati, seiring dengan gemuruh hujan yang
melanda hatinya. Rambutnya acak-acakkan tak pernah disisir. Baju yang
dipakainya sekarang juga tetap baju yang dipakainya saat dia melihat Ary dan
Viska seminggu yang lalu.
Selama itu
Tia hanya duduk melingkarkan tangan pada kedua lututnya sambil menggumamkan
nama Ary dan memikirkan pertunangan yang tak mungkin terjadi itu. Tia tahu
bahwa Ary lebih memilih Viska daripada dia. Hanya saja, dia tak siap menghadapi
semuanya.
Ary yang
selama ini menemani hari-harinya, sekarang pergi begitu saja tanpa penjelasan
apa-apa. Tia harus menghadapi kenyataan itu dengan sakit yang teramat dalam.
Sebenarnya
dia malu dengan kondisinya yang sekarang. Harusnya ia kuat menghadapi segala
kenyataan. Cukup dia yang tahu bahwa ia begitu rapuh dengan kepergian Ary.
Tiba-tiba
terdengar suara ketukan dari pintu rumah Tia.
Setelah
menghapus air matanya dan merapikan rambutnya dengan ala kadarnya, ia
segera membuka pintu.
Betapa
terkejutnya Tia setelah tahu siapa yang datang mengunjunginya. Ia adalah
sahabat yang dulu sangat disayanginya namun sekarang ia menjadi orang yang
paling ia benci.
Tia merapikan
rambutnya lagi lalu mengajak Viska masuk dan duduk di sofa. Tia tak ingin
menunjukkan rasa bencinya terhadap sahabatnya itu.
“Ti, aku
ingin berkata sesuatu,” kata Viska dengan gugup. Ia begitu kaget dengan
penampilan Tia sekarang. Dan kondisi rumahnya yang terlihat kotor dan tak
tertata rapi. Viska merasa, bahwa Tia yang di depannya bukanlah Tia yang ia
kenal.
“Sebentar,
kamu duduk dulu ya. Biar aku mengambilkan minum untukmu,” kata Tia lalu
berbalik menuju ke dapur.
Kata-kata Tia
itu yang meyakinkan Viska bahwa Tia tetaplah Tia di dalam dirinya itu.
Sekalipun penampilannya bukan menunjukkan ke’Tia’an,
namun kebaikkan Tia tetap terpancar.
Viska segera
menarik tangan Tia dan mengisyaratkan untuk duduk sebelum Tia benar-benar
beranjak menuju dapur.
“Aku hanya
sebentar Ti, aku hanya ingin berkata sesuatu padamu,” kata Viska.
“Baiklah
kalau itu maumu,” Tia tersenyum, namun hatinya bergemuruh menahan sakit.
Viska
mengambil tissue dari kotaknya di
meja. Dipilin-pilinnya tissue itu
hingga menjadi gulungan kecil. Bibirnya tiba-tiba beku, tak sanggup
berkata-kata. Kakinya bergerak terus, tak dapat diam. Hatinya menahan sesak.
Dipandangnnya wajah Tia yang sedang menunggunya berkata. Ada raut kesedihan
disana, namun tertutupi oleh senyuman tipis di bibirnya.
Air mata
Viska tiba-tiba pecah. Diraihnya tubuh Tia lalu direngkuhnya. Tia membalas
pelukan itu dan matanya turut berkaca-kaca. “Kamu sahabat terbaikku Ti, tapi
maafkan aku Ti.. Maaf..” kata Viska kemudian.
Air mata Tia
ikut pecah. Keduanya berlinangan air mata.
“Aku tau
seharusnya aku tak memiliki rasa ini. Aku sahabat yang paling jahat Ti, maafkan
aku. Aku memang pantas kau benci,” kata Viska masih di sela isak tangisnya.
Tangan Tia mengelus-elus punggung Viska untuk menenangkannya. Padahal Tia juga
butuh untuk ditenangkan.
“Sudahlah
Vis, semuanya sudah terjadi,” kata Tia.
“Tapi aku
mencintai kekasihmu Ti..” Viska melepas pelukannya lalu menggenggam erat tangan
Tia yang penuh dengan keringat. “Aku mencintainya dan dia juga Ti..” lanjut
Viska.
Tia kaget
sekalipun sebenarnya ia sudah tahu. Dilepasnya genggaman tangannya dari tangan
Viska. Ditatapnya mata Viska dengan air mata yang tak terbendung, ”Dia?” Tia
tak sanggup berkata-kata. Ia terlalu lemah menghadapi semuanya.
Viska diam,
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tak sanggup melihat Tia dalam belenggu
kesedihan.
“Menyedihkan
sekali ya, ternyata kekasihku selingkuh dengan sahabat terbaikku sendiri,” kata
Tia dengan nada menghibur. Disekanya air matanya dan mulai tersenyum. Namun air
mata itu tetap keluar, tak dapat berhenti.
“Maafkan aku
Ti.. Maaf.. Tapi aku tak dapat berbohong bahwa aku ingin bersamanya..” kata
Viska.
Tia diam.
Disekanya air matanya lagi dan menarik nafas dalam-dalam. Berusaha untuk
menenangkan dirinya dan berusaha tegar.
“Kalau memang
dia juga mencintaimu, maka aku rela melepaskannya untukmu..” kata Tia berusaha
untuk tetap tersenyum.
“Maafkan aku
Ti..” kata Viska kemudian keluar dari rumah Tia. Tak sanggup melihat wajah Tia
yang dipenuhi senyuman dan air mata.
Ary, mungkin ini pesan terakhirku
Aku hanya ingin bertemu denganmu
Dan mungkin ini pertemuan terakhir kita
Jadi kumohon agar kamu datang ke rumahku
malam ini
Tia memencet
tombol send setelah mengetik sms itu
untuk Ary, yang entah masih bisa disebut kekasihnya lagi atau tidak. Hatinya
sedikit lega. Sekarang dia hanya perlu bersiap-siap untuk menemui Ary. Entah
Ary akan datang atau tidak, dia akan tetap bersiap-siap. Jika memang semua ini
harus berakhir, ia ingin semua ini berakhir dengan baik.
Dua jam telah
berlalu. Sekarang Tia sudah siap untuk menemui Ary. Ia memakai dress cream kesukaannya yang Ary juga
menyukainya setelah ia membasuh diri dengan lulur selama berjam-jam,
menggantikan waktu mandinya selama seminggu ini. Wajahnya disaput bedak tipis
dan ditambah lipstik pink tipis untuk
mempercantiknya.
Daritadi ia menahan
agar tidak membuat dandanannya luntur. Semerbak wangi tercium dari tubuhnya.
Tidak terlalu tajam, namun cukup harum dan menyegarkan. Ia pun telah menyiapkan
dua gelas sirup melon kesukaan Ary di meja dapur. Agar saat Ary datang ia hanya
tinggal mengambilnya. Ia menunggu dengan tenang di ruang tamu. Sesekali ia
menyisir rambutnya dengan tangan dan mengecek penampilannya melalui kaca di
lemari pembatas ruangan.
Kali ini, ia
hanya berharap Ary datang. Dan ia dengan tegar menghadapi semua, apapun yang
dikatakan Ary nantinya.
Dengan sabar
Tia menanti kedatangan Ary. Diliriknya jam dinding di ruang tamu yang
menunjukkan pukul 8 malam. Tia hanya berharap Ary datang. Dan ia yakin bahwa
Ary akan datang.
Tia mengantuk
dan mulai ketiduran ketika didengarnya suara ketukan dari pintu rumahnya. Ia
segera bangkit dan mengecek penampilannya sebentar sebelum membukakan pintu.
Senyuman
lebar telah Tia suguhkan saat menyambut tamu yang datang itu. Dipersilahkannya
Ary duduk dan Tia izin untuk mengambilkan minum.
Keringat Ary
bercucuran dengan deras dari dahinya. Ia melihat sosok Tia yang tegar dan ia
tak sanggup menyakitinya sekalipun ia telah mengkhianatinya.
Tia datang
dan meletakkan minuman di meja. Kemudian ia ikut duduk, siap mendengarkan
penjelasan Ary. Tapi Ary diam saja. Tia pun memutuskan untuk memulainnya terlebih
dahulu.
“Aku senang
melihat sahabatku senang. Namun disisi lain aku juga sedih karena aku harus
kehilangan kekasihku.”
Ary tetap
diam. Ia tak tau harus berkata apa pada Tia.
“Ary, aku tau
ini tak mungkin berlanjut lagi. Aku sudah siap dengan semuanya. Aku hanya ingin
mendengar penjelasan darimu, sekali pun semuanya sudah jelas bagiku.”
Ary tetap
diam. Ia mainkan jemari-jemarinya. Keringatnya semakin banyak bercucuran.
“Ary, apakah
yang dikatakan Viska benar?” tanya Tia akhirnya. Memancing Ary untuk berkata.
“Memangnya
dia berkata apa?” Ary balik bertanya.
“Kamu bersama
dia. Apakah itu benar?” Tia langsung to
the point.
Ary semakin
diam. Membatu. Membisu.
“Ary aku tak
akan marah. Aku pun tak akan menyesal telah mengenalkan Viska padamu. Atau pun
menyesali kenangan-kenangan yang telah kita buat selama ini. Saat masa-masa SMA
kita, masa-masa kita pertama dekat, saat kita mengunjungi panti asuhan bersama,
mencari dana sosial di jalanan, jalan-jalan sore di taman, makan bersama, dan
masih banyak kenangan indah lainnya. Aku juga tak menyesali pertemuan kita yang
telah menciptakan hubungan sejauh ini. Aku hanya ingin mengakhirinya dengan
baik. Karena aku mengenalmu sebagai orang baik,” Ary yang tak dapat
berkata-kata tiba-tiba menggenggam tangan Tia. Dilihatnya mata yang mulai
berkaca-kaca itu. “Aku mengawali semuanya dengan baik. Aku pun ingin
mengakhirinya dengan baik pula,” lanjut Tia, juga menatap mata Ary.
Tia melepas
genggaman tangannya. Lalu ia berdiri dan berjalan menuju jendela. Wajahnya tak
cukup kuat lagi menahan rasa sakit yang ia rasakan. Tia tak ingin Ary melihat
air matanya. Yang Tia ingin Ary tahu bahwa Tia tegar menghadapi semuanya. Bukan
karena Tia tak mencintai Ary, namun ia pikir lebih baik ia yang mengalah agar
tidak menimbulkan masalah baru.
“Dan jika
memang kau ingin meninggalkanku, tinggalkan aku dengan baik.”
Ary
menghembuskan nafas dengan berat. Tia tetap menghadap jendela, tak sanggup
menatap Ary. Jemarinya yang basah menggenggam erat jeruji-jeruji jendela.
“Tia maafkan
aku. Aku tahu yang kau rasakan saat ini sangat menyakitkan. Selama ini aku tak
mengejar kecantikan, kekayaan, kepintaran atau yang sebagainya. Aku hanya
mengikuti kata hatiku. Selama ini aku lalui semuanya dengan indah bersamamu.
Dan aku yakin bahwa aku tercipta untukmu dan kamu tercipta untukku. Namun
setelah pertemuan dengan Viska, hatiku berkata lain..”
Air mata Tia
menetes deras. Ia masih menghadap halaman rumahnya melalui jeruji-jeruji
jendela.
“Dari awal
aku tak menyalahkan apa pun. Mungkin ini memang rencana Allah yang terindah.
Aku sangat yakin dengan itu,” kata Tia berusaha agar suaranya tak terdengar
bergetar.
Ary
mengeluarkan kotak kecil dari sakunya dan memainkannya, memutar-mutarnya dengan
jemari-jemarinya.
“Ary,”
panggil Tia sambil mengusap air mata. Tentunya tetap menghadap jendela. Ia tak
sanggup, sungguh tak sanggup untuk memandang wajah lelaki yang sangat
dicintainya itu.
Ary tetap
memainkan kotak kecil di tangannya. Wajahnya menunduk.
“Aku sangat
mencintaimu. Oleh karena itu, aku rela melepasmu dengan sahabat terbaikku
daripada kau tetap bersamaku namun hatimu bersama orang lain. Aku hanya ingin
berpesan padamu dan tolong berjanjilah padaku. Jagalah Viska dan jangan pernah
khianati dia. Cukup aku wanita yang pernah kau sakiti, yang pernah kau
khianati..” lanjut Tia tetap menghadap jendela, tetap dengan linangan air mata
di pipinya.
Ary
menghembuskan nafas dahulu sebelum menjawab, “Iya Tia. Aku berjanji atas nama
Allah dan untukmu. Maafkan aku karena aku ingin bersamanya. Dan maafkan aku
karena aku telah menyakitimu, telah mengkhianatimu,” Ary meletakkan kotak kecil
yang ternyata cincin pertunangannya itu di meja dan beranjak pergi dari rumah
Tia.
Tia yang
masih menghadap jendela memejamkan matanya. Ia tak ingin melihat orang yang
begitu ia cintai pergi meinggalkannya. Pipinya telah basah, sebasah rumput
hijau di halaman rumahnya yang tersiram rintik-rintik air hujan saat ia telah
membuka mata.
Lalu
diambilnya selembar foto dari dalam dompetnya. Dipandangi foto lelaki itu
dengan seksama. Ary Putra Wijaya telah pergi meninggalkan dirinya untuk bersama
sahabatnya. Namun Tia yakin, hidupnya akan lebih indah seperti cuaca cerah
ceria setelah hujan itu reda. Hujan yang menyisakan jutaan warna pelangi yang
menyejukkan jiwa dan hatinya.
Jumat, 15 Maret 2013
Kamis, 07 Februari 2013
drama tiga puluh dua :)
hai blog, lama ya aku gak ngisi kamu. maaf maaf. aku baru beli notebook baru :D skarang lagi dibawa sama dia tapi.
blog, awal februari ini so bad ><
tgl 1 kmarin pagi2 kan ada acara pembukaan porseni di UIN, Nah aku ketilang blog. akhirnya sekarang aku gak boleh bawa motor. huhu
tapi ngangkot itu asik juga lho ternyata. hahaha
tgl 4 kamarin, aku ada pentas drama sastra judulnya "32'. mbanyol ceritanya. aku jadi tante2 girang. hahaha
Alhamdulillah pentasnya sukses dan kita dapet nilai 90 sekelas :)
perjuangan kami gak sia2 deh :)
blog, awal februari ini so bad ><
tgl 1 kmarin pagi2 kan ada acara pembukaan porseni di UIN, Nah aku ketilang blog. akhirnya sekarang aku gak boleh bawa motor. huhu
tapi ngangkot itu asik juga lho ternyata. hahaha
tgl 4 kamarin, aku ada pentas drama sastra judulnya "32'. mbanyol ceritanya. aku jadi tante2 girang. hahaha
Alhamdulillah pentasnya sukses dan kita dapet nilai 90 sekelas :)
perjuangan kami gak sia2 deh :)
Rabu, 23 Januari 2013
aku belajar
aku belajar melupakan seseorang yang melupakan diri ini
aku belajar memaafkan semua orang yang melukai
aku belajar menjadi yang terbaik untuk orang yang aku sayangi
aku belajar untuk selalu sabar menghadapi segala uji
aku belajar dari hal-hal kecil yang membuatku berarti
aku belajar menanti, aku belajar mandiri
aku belajar semua hal yang bisa kupelajari
terus belajar tanpa menghilangkan sebuah jati diri
tapi satu yang sulit untuk kujalani
saat aku harus tersenyum dimana orang yang aku sayangi menyayangi orang lain
mungkin aku juga harus belajar untuk membohongi diri sendiri
Senin, 21 Januari 2013
paramex ;D
ini obat untuk hilangin pusing yang sering diucapin dia :D. berhubung aku sering pusing dan waktu ke JP kalok naik wahana yang menguras adrenalin langsung munyeng, obatnya ya kata "paramex" dari dia. dan dia juga mengabadikannya dalam si bookku :)
dan kusadari, kumenemukan senyumnya dalam gambar itu :D
subhanallah, how beautiful morning today :)
bersyukur masih bisa menikmati indahnya pagi. dengan indahnya hamparan rumput hijau di sekujur tubuh gunung putri tidur, dan diselimuti kabut tipis yang menawan. lalu memancarkan semburat warna pelangi yang berujung pada awan putih. kumengendarai dengan tatapan takjub melihat semua hal itu. sambil bersyukur sepanjang waktu karena telah dianugrahi hidup. kemacetan untuk menunggu giliran melewati jembatan kecil tak terasa menyebalkan seperti biasanya. kuhirup udara segar yang belum banyak tercemar polusi ini. sejuk. sangat sejuk. sungai lebar yang arusnya mengalir perlahan, menambah keindahan pagiku ini. dan senyum sang pelangi, masih tersimpan di hati. walau ku tak sempat mengabadikannya dalam lembaran memori.
Sabtu, 19 Januari 2013
massage or message for me? :D
kemarin pulang sekolah, gantian dia yang ngasih sketchbooknya ke aku. setelah dia menyandra notebookku. gantian dong, masak cuma dia yang megang bukuku, sampek tiga hari lagi. dan akhirnya sekarang aku membawa sketchbooknya. hahaha. tapi katanya cepet dibalikin soalnya itu separuh hidupnya. halah alay dia --". padahal rencanaku sketchbooknya biar tak sandra dulu bertahun-tahun, kalok bisa ya berabad-abad. hahaha. tapi aku udah lihat semua gambarnya. dan salah satu gambar itu untukku, dan ada pesannya :) thanks big broo ;)
Jumat, 18 Januari 2013
sakit hati itu selalu ada
kesabaran adalah kunci utama dalam semua hal. terutama dlam hal sakit hati. yah, sakit hati itu selalu ada. entah itu karena disakiti teman kita, sahabat, ortu, ataupun pacar. sabar. hanya sbar yang bisa mengendalikan. dan hati yang memilih untuk memberitahukannya kepada orang lain atau menyimpannya sendiri. namun jika menyimpan sendiri, terkadang sakit hati itu semakin menjadi-jadi. dan tak banyak orang yang 'kuat' untuk menyimpannya sendiri.
contohnya saya sekarang ini, jujur saya adalah ornag yang tak bisa menahan rasa sakit hati saya sendiri. inginnya ya orang2 tau kalok saya sakit hati. terlebih orang yang menyakiti juga tau dan sadar atas perbuatannya. bukan bermaksud apa, hanya ingin dia sadar dan tak seperti itu lagi. TITIK.
tapi tak banyak juga orang yang langsung sadar jika telah menyakiti hati orang lain. karena terkadang hanya hal kecil. SEPELE.
sekarang ini, saya sedang latihan. yah, bukan latihan pertama saya sih. tapi sulit untuk menghilangkan rasa sakit hati itu. memang sepertinya semua yang saya lakukan salah dimata dia. memang saya harus mengikuti kata2nya. dan memang dia adalah yang memperbaiki pementasan itu. tapi, kenapa usaha saya selalu salah dimatanya? mengapa seperti dia yang selalu benar? apa aku hanya bisa tunduk dan patuh dengan perintahnya? sekalipun pendapatku atau masukanku benar? mengapa selalu aku yang salah? dan KAMU merasa selalu benar. jangan karena kau memiliki wewenang sehingga kamu seenaknnya sendiri. TANPA KAMI, KAMU PUN TAK BERARTI !
contohnya saya sekarang ini, jujur saya adalah ornag yang tak bisa menahan rasa sakit hati saya sendiri. inginnya ya orang2 tau kalok saya sakit hati. terlebih orang yang menyakiti juga tau dan sadar atas perbuatannya. bukan bermaksud apa, hanya ingin dia sadar dan tak seperti itu lagi. TITIK.
tapi tak banyak juga orang yang langsung sadar jika telah menyakiti hati orang lain. karena terkadang hanya hal kecil. SEPELE.
sekarang ini, saya sedang latihan. yah, bukan latihan pertama saya sih. tapi sulit untuk menghilangkan rasa sakit hati itu. memang sepertinya semua yang saya lakukan salah dimata dia. memang saya harus mengikuti kata2nya. dan memang dia adalah yang memperbaiki pementasan itu. tapi, kenapa usaha saya selalu salah dimatanya? mengapa seperti dia yang selalu benar? apa aku hanya bisa tunduk dan patuh dengan perintahnya? sekalipun pendapatku atau masukanku benar? mengapa selalu aku yang salah? dan KAMU merasa selalu benar. jangan karena kau memiliki wewenang sehingga kamu seenaknnya sendiri. TANPA KAMI, KAMU PUN TAK BERARTI !
inget gak? pasti inget? rindu? apalagi !
ini foto pas aku kelas 3 SMP. saat classmeet. kami, anak kelas 9 Al-Khawarizmi, 9Al-Gebra, dan 9Ibnu Sina menang semua dalam lomba kasti. kangen ya sama kalian. pengen deh kumpul lagi kayak dulu. makan bareng, balajar bareng, main bareng, hujan2 bareng, tidur bareng (pastinya di kasur sendiri2). emang kita hidup di asrama. suka dan duka akan selalu tersimpan dihati kita :) pengen reuni, pengen kumpul lagi, walaupun cuma untuk menceritakan masa2 kita dulu. aku rindu :')
Kamis, 17 Januari 2013
pelupa !
emang udah jadi kebiasaan burukku. lupa! yap. aku emang anaknya pelupa. dan selalu yang dilupakan adalah hal yang penting. contohnya nih, belum ada sejam buat blog ini, mau sign in lagi kok udah lupa password. parah kan? dan password twitter itu juga udah lama lupa. makanya aku gak pernah twitteran :D. dan sekarang aku males buat mbikin yang baru. sudah terlanjur asyik dengan facebook. :) :D
blue=happy hari ini setelah yellow=sad kemarin :)
pulang sekolah ini, aku jadi ketemu sma dia. cuma buat ngasih kado. yap, dia kemarin ulang tahun. harusnya sih, aku mau ngasih kemarin, tapi orangnya pulang duluan. aku marah? paasti ! dan orangnya bener2 minta maaf sama aku. yah, jujur sih, aku gak bisa marah beneran. cuma ya mangkel aja. pernah juga aku sama dia mau nonton, eh ternyata dianya gak bisa. dan tau apa? soalnya dia ketemuan sama mantannya! trus cerita ke aku kalok sakit hati gara2 mantannya itu. so? aku jadi pelampiasaanya gitu? tapi aku posthink aja wes :) kalok dipikir2 emang sulit apa yang dialami si mas. dan aku yang harus ada buat menghiburnya :)
yap, kembali ke topik, setelah ngasih kado, dia pulang. aku harus latihan drama dulu buat pementasan bahasa indonesia dan sastra. trus dia sms, isinya makasih banyak dan menanggapi kartu ucapanku. dan dia berkata bahwa hari ini dia seneng banget. yah, kuharap dia bahagia karena aku :) :D
yap, kembali ke topik, setelah ngasih kado, dia pulang. aku harus latihan drama dulu buat pementasan bahasa indonesia dan sastra. trus dia sms, isinya makasih banyak dan menanggapi kartu ucapanku. dan dia berkata bahwa hari ini dia seneng banget. yah, kuharap dia bahagia karena aku :) :D
new blog
hai blog baru. semoga kamu tak terbengkalai seperti blogku yang sebelumnya ya :)
berhubung aku belum ada modem :D dan males banget kalok harus ke warnet dulu, aku lebih suka nulis di notebookku. yap, si book. dia adalah notebookku yang ke-6 sejak aku kelas 2 SMP. kelihatan jarang nulis ya kalok sekarang aku udah kelas 2 SMA. haha. tapi alhamdulillah sekarang aku udah sering nulis, walaupun yang dituliis GeJe, yang penting nulis. yah, di si book itu.
si book adalah nootebookku yang paling spesial. karena dia pernnah dibawa oleh seseorang yang sudah aku anggap seperti masku sendiri :). dan dia menggambar-gambarinya.
sempet malu sih, soalnya si book itu isinya kebanyakan ya tentang dia. tapi lihat reaksi dia yang bagus, gakpapalah :D
berhubung aku belum ada modem :D dan males banget kalok harus ke warnet dulu, aku lebih suka nulis di notebookku. yap, si book. dia adalah notebookku yang ke-6 sejak aku kelas 2 SMP. kelihatan jarang nulis ya kalok sekarang aku udah kelas 2 SMA. haha. tapi alhamdulillah sekarang aku udah sering nulis, walaupun yang dituliis GeJe, yang penting nulis. yah, di si book itu.
si book adalah nootebookku yang paling spesial. karena dia pernnah dibawa oleh seseorang yang sudah aku anggap seperti masku sendiri :). dan dia menggambar-gambarinya.
sempet malu sih, soalnya si book itu isinya kebanyakan ya tentang dia. tapi lihat reaksi dia yang bagus, gakpapalah :D
Langganan:
Postingan (Atom)