Kamis, 05 September 2013

bisnis baru :)

hai hai semuaaa
sekarang aku jual acessoris dari flanel :)
bisa pesen model dan warna. Harganya juga terjangkau :D
 














Senin, 27 Mei 2013

cerpen baru ;D

 
IMAJI NISBI
                Dia berbeda. Jika pria lain lebih suka  mengajak ke Dufan atau pergi nonton di 21, ia lebih suka mencuri waktuku dan membawaku ke tempat indah yang kukira selama ini hanya khayalan.
Daritadi ia berjalan di depanku, memimpinku menapaki jalan setapak berbatu. Kanan-kirinya berhias semak-semak dan pepohonan. Selama berjalan itu aku tak fokus pada jalan. Mataku menggerayangi lingkungan sekitar. Pepohonan yang berdiri lumayan rapat, membuat sinar matahari terpaksa menerobos melalui dedaunannya.
Suasana yang senyap membuat bulu kudukku berdiri. Rasa takut mulai menyelimuti dan kakiku telah berkali-kali tersandung bebatuan. Tapi kulihat Bian tetap tenang melangkah jauh didepanku.
Nafasku mulai tersenggal-senggal. Padahal baru 10 menit kami berjalan. Tapi semakin lama jalan semakin tinggi. Aku berhenti sejenak dan mulai menyusul Bian lagi. Setelah berhasil menyusulnya, aku langsung terduduk, tak peduli celanaku langsung bersentuhan dengan tanah.
“Capek Bi, capek,” kataku tersenggal-senggal. Bian hanya diam memandangi jurang yang ada di depan kami. Mataku ikut memandangi jurang itu. Jurang yang terdiri dari tebing-tebing menawan. Di depannya berbaris bukit-bukit hijau yang berkaki hamparan sawah hijau dan kuning.
Sejenak lelahku hilang dan aku mulai berdiri untuk membentangkan tanganku di tepian. Kupejamkan mataku dan kuhirup udara sejuk itu dalam-dalam. Segenap masalahku dan energi negatif seakan ikut hilang saat aku menghembuskan nafas.
“Subhanallah, bagus banget ini Bi!” teriakku penuh dengan bunga-bunga di hati.
Bian hanya tersenyum. Ikut senang melihatku senang.
“Haduh ini dimana Bi? Bandung daerah mana??” tanyaku memberondong Bian.
“Tak perlu kamu tau dimana, yang penting kamu sudah disini,” jawabnya.
“Ah iya! Indah banget disini!” aku termakan omongan Bian yang tak mau memberitahuku nama daerah yang kupijaki ini. Aku kembali terpukau oleh hamparan sawah berwarna-warni yang terbelah aliran sungai jernih yang memantulkan cahaya matahari.
“Daripada pergi nonton atau ke tempat rame, mending disini kan mengagumi ciptaan Sang Ilahi, “ kata Bian membuyarkan keterpesonaanku.
“Tapi kamu curang!” Alis Bian langsung terangkat dan dahinya berkerut-kerut saat kutuduh begitu. “Harusnya kamu bilang mau ngajak aku ke tempat seindah ini! Tau gini kan aku bawa kamera!” aku pura-pura ngambek. Tapi Bian hanya tertawa. Menyebalkan sekali! Memang beda.
“Biasanya kan kamu selalu bawa kamera Cha,” katanya kemudian.
“Kan tadi aku pikir kita mau nonton. Kalau nonton kan gak boleh bawa kamera Bi,”
“Kan kamu tahu sendiri kalau aku gak suka tempat rame?”
Benar juga sih! Sialan! Aku yang pilon ternyata! Kasian kameraku stay at home alone. Tak dapat membingkai view seindah ini.
“Huh! Aku pengen foto Bi!!” teriakku kesal. Maklumlah aku tergolong anak yang narsis. Dikit-dikit foto, sama pohon foto, sama kucing foto, sama pak satpam foto, sama foto juga foto.
“Biarkan momen ini hanya terlukis dihati dan pikiranmu Cha,” katanya pelan tapi cukup mengalihkan perhatianku kepadanya.
“Kenapa?” reflek aku bertanya.
Bian hanya diam saja. Aku sadar pertanyaan yang hanya terdiri dari satu kata itu salah. Ya ampun! Lagi-lagi aku pilon!
Aku dan Bian hanya teman. Teman dekat. Namun kedekatan kita hanya melalui dunia maya dan dibelakang teman-teman sekolah. Bukan karena aku telah bersama Tomi, tapi karena ia pemalu dan pendiam. Pernah suatu kali salah satu teman kami membaca smsku di ponsel Bian, dan tersebarlah gosip yang aneh-aneh. Aku pun harus menjelaskan yang sebenarnya pada Tomi. Untungnya Tomi mempercayaiku namun hubungan baikku dengan Bian mulai merapuh.
Seiring berjalannya waktu, kami mulai dekat kembali dan harus ‘menjaga’ hubungan baik itu dari teman-teman sekolah.
“Maaf Bi, aku tahu kamu gak suka digosipin kayak waktu itu..” kataku.
Bian tersenyum,” Tidak semua kenangan itu harus diabadikan Cha.”
“Iya Bi iya, maaf ya. Aku juga gak suka digosipin kok. Lagian sapa sih yang suka? Emangnya artis?” aku mengambil nafas sejenak, “Apalagi posisiku sama Tomi. Pasti mereka ngiranya aku selingkuh sama kamu.”
“Sudahlah Cha, tak usah dipikirkan omongan orang lain yang membuatmu hancur. Yang terpenting kamu gak seperti yang mereka bilang,” Bian menenangkanku. Aku tersenyum. Dia memang berbeda. Dia sahabat yang benar-benar bisa mengerti keadaanku.
“Aku senang berteman denganmu Cha,” ucapnya kemudian.
“Aku juga Bi. Makasih ya kamu selama ini ada buat aku.”
Kami terdiam beberapa saat. Kemudian Bian berdeham-deham, tapi pikiranku terlalu sibuk memikirkan nasibku yang entah bagaimana rasanya ini.
“Ngomong-ngomong Tomi?” Bian kemudian bertanya.
“Dia yang selingkuh,” aku tak sadar menjawabnya.
“Apa?!” Bian kaget. Baru kali ini ia berkata keras, di dekat telingaku pula.
“Hah? Apa Bi?” lamunanku buyar oleh kekagetannya.
“Katamu tadi?” Bian masih tak percaya.
“Apaan sih?” aku berharap yang kuucapkan tadi salah.
“Tomi selingkuh?” tanya Bian lagi, memastikan.
Ternyata ucapanku benar. Kubenamkan mukaku dalam lipatan tangan yang kutaruh diatas lutut. Air mataku mulai menetes. Tangisku pecah. Dadaku sesak sekali. Sekalipun aku berada di tempat sesejuk ini, aku kesulitan bernafas. Aku sesenggukan. Ciri khas tangisku yang parah.
Tiba-tiba kurasakan hangat pada pundakku. Bian merangkulku! Baru kali ini kami berkontak fisik. Ia berusaha menenangkanku tapi tangisku malah semakin menjadi-jadi.
Tabahkan aku Ya Allah!
“Sudah Cha sudah, jangan dipikirkan,” Bian tetap menenangkanku.
“Dia belum tahu kalau aku tahu dia selingkuh Bi,” ucapku terisak-isak.
“Lalu darimana kamu tahu dia selingkuh?” tanya Bian.
“Kemarin aku liat dia di coffee box sama cewek Bi,” jelasku singkat.
“Adiknya mungkin? Atau kakaknya? Atau malah tantenya? Mamanya? Posthink dulu dong Cha,” Bian terus menenangkanku.
“Cewek itu Tina Bi..” aku reflek mengangkat mukaku dan melihat wajah Bian. Meyakinkan dia bahwa Tomi benar-benar selingkuh. Dengan Tina, temanku sendiri.
Aku segera mengusap air mataku yang membasahi seluruh wajah dan mencoba tetap tersenyum.
“Lalu sekarang gimana?” tanyanya. Aku hanya menggelangkan kepala.
“Semua terserahmu Cha. Saranku apapun tindakan yang kau ambil, pikirkan baik-baik dan selesaikan dengan baik-baik juga. Jangan bawa emosi,”
Aku mengangguk. Bukan hanya karena paham dengan ucapan Bian, tapi telah menemukan tindakan yang harus aku pilih.
Selama ini Tomi hanya mempermainkanku dengan menjadikanku kekasih semu dan kemudian berkencan dengan sahabatku sendiri.
Dan selama ini juga seharusnya aku sadar bahwa aku telah memiliki Bian yang selalu ada untukku. Yang selalu membantuku, yang selalu menghiburku dan menemaniku. Sekalipun tak ada hubungan spesial diantara kami, aku tak perlu lagi mencari karena aku telah menemukannya, karena dia telah bersamaku sekarang.
“Pacaran itu tak penting Cha, malah membuat kita rugi. Cukup selalu ada untuk menemani kita dan memperhatikan kita dengan sewajarnya, “ aku terpaku mendengar ucapan Bian. “Dan yang terpenting, Echa masih punya Allah. Dan Bian selalu ada buat Echa,” lanjutnya liri

Sabtu, 23 Maret 2013

UTS x__x

Senin besok UTS :D
Kmarin try out dadakan. yang ngadain bimbel neutron. soal2nya diambil dari UN sma SNMPTN.
untuk jurusan bahasa kayak aku, ternyata SNMPTNnya pake jurusan IPS. Nah, matematikanya IPS sma bhasa itu beda materinya. aku banyak yang gak bisalah u.u

tadi seneng banget gara2 mas :)
makasih ya mas
aku bakal nunggu mas sampai UAN selesei kok :)
mas jangan kecewain aku aja :D

#just intermezzo ;)

ini cerpennya ;)

Alhamdulillah cerpennya udah kelar nih :)
silahkan membaca :)

ELEGI DUA HATI
Oleh Sulissya Nur Syafa’ati

Anggrek resto adalah tujuan Tia dan Ary untuk candle light dinner malam itu. Seperti namanya, banyak tergantung bunga anggrek di setiap sudut restoran itu. Ditambah gemericik air yang terjatuh dari air terjun buatan dan cahaya temaram dari lilin-lilin di setiap meja yang menambah suasana hangat antara Tia dan Ary.
            Selepas makan malam, Ary berencana untuk mencarikan cincin pertunangan mereka yang rencananya akan dilaksanakan bulan depan. Tapi melihat Tia yang daritadi sibuk dengan BBnya, bahkan untuk memesan makanan pun ia meminta Ary dengan memesankan makanan favoritnya, Ary curiga.
            “Sayang?” tanya Ary.
            “Hmm?” respon Tia tanpa mengangkat wajahnya dari layar BB.
“Nanti jadi nyari cincin kan?” tanyanya lagi.
“Ya jadilah sayang. Kalau gak jadi ya pertunangan kita juga gak jadi dong,” jawab Tia tapi tetap sibuk dengan keypad di BBnya.
            “Hmm,” Ary berpikir untuk bertanya lagi. “Kamu sibuk ngapain sih?”
“Ini temen kecilku,” jawab Tia sambil tersenyum.
“Cowok?” Ary memberanikan diri.
“Bukanlah sayang,” baru sekarang mata Tia melihat Ary dan digenggamnya tangan Ary dengan sepenuh hati. Ary lega.
“Kamu sih sibuk banget BBannya. Aku dicuekin,” kata Ary.
“Iya-iya maaf. Soalnya dia ini temen kecil aku yang dulu pindah ke luar negeri. Nah sekarang dia balik lagi kesini,” jelas Tia.
Pelayan datang membawakan makanan mereka. Tanpa aba-aba  mereka mulai melahapnya sedikit demi sedikit. Dan Tia mulai bercerita tentang teman kecilnya itu disela-sela makannya.
“Sudah, habiskan dulu makananmu. Setelah itu kita cari cincin untuk pertunangan kita dan bolehlah kamu cerita tentang dia lagi,” Ary tersenyum dan mencubit pipi Tia.
“Aw,” Tia tersenyum dan melanjutkan makannya.
“Sayang, ini Viska,” kata Tia kepada Ary. Ary pun bersalaman dengan Viska, dan saling memperkenalkan diri.
“Ary,” kata Ary.
“Calon tunanganku,” sambung Tia sambil tersenyum.
“Viska,” sahut Viska.
“Sahabatku yang paling baik,” Tia lalu merangkul Ary dan Viska sembari berjalan menuju mobil.
“Kita kemana sayang?” tanya Ary setelah duduk di depan kemudi.
“Ke rumah belanda di dekat taman kota,” kata Tia sambil menutup pintu mobil.
“Wah, kita dulu sering kesitu ya Ti,” kepala Viska melongok di antara kursi mobil depan, karena dia duduk di kursi belakang sendirian.
“Iya. Dulu kita masih TK. Lari-larian terus main petak umpet,” respon Tia. “Tempatnya bagus yang buat foto, pra-wedding,” Tia tersenyum kepada Ary.
“Oh iya? Aku belum pernah kesana,” kata Ary.
“Bagus Ry foto pra-wedding disana. Undangan pernikahan kalian pasti bagus,” sambung Viska.
Mobil pun terus melaju menuju rumah belanda.
Sesampainya di rumah belanda, Tia langsung sibuk dengan kameranya dan mulai mencari sudut-sudut yang indah dari rumah belanda itu tanpa mempedulikan Ary dan Viska yang telah berada jauh di belakangnya.
Tia terus memotret dan naik ke lantai dua sendiri. Dia tak menyadari bahwa Ary dan Viska tetap berada di lantai satu.
Pemandangan dari lantai dua jauh lebih indah dari lantai satu. Tia mulai sibuk memotret lagi dari setiap sudut beranda yang menghadap ke halaman rumah belanda ini.
Cekrek!
Tia memencet tombol shutter dan melihat hasil jepretannya. Disana ada Ary dan Viska sedang tertawa bersama. Tia merasakan kedekatan mereka yang cepat. Dan tanpa sadar Tia berlari ke bawah untuk menghentikan canda tawa Ary dan Viska.
“Seru banget nih kayaknya,” kata Tia.
“Eh sayang, udah selesai motonya? Lihat, lihat,” Ary langsung merebut kamera dari tangan Tia dan mulai melihat foto-fotonya.
“Aku moto kalian dari atas sana tadi. Bagus hasilnya,” kata Tia sambil menunjuk tempat ia memoto tadi. Hatinya sakit saat mengatakannya.
“Oh ya? Lihat dong!” Viska langsung merebut kamera dari tangan Ary. Dan mulai memuji keindahan foto itu.
“Habis ini makan dimana?” tanya Ary pada Tia.
“Di rumah aja. Males kemana-mana,” Tia lalu berjalan cepat menuju mobil. Ary mengikuti dengan bingung. Dan Viska tetap melihat-lihat foto tanpa menangkap rasa sakit hati Tia.
“Kenapa sih?” tanya Ary setelah semua berada di mobil.
“Gak papa kok. Pulang aja sekarang. Kepalaku tiba-tiba pusing.”
Ary pun segera melaju ke rumah Tia.
“Ti, bagus fotonya, nih,” Viska menyerahkan karema pada Tia. Tia menerima dengan ogah-ogahan.
“Di foto tadi kita cocok banget ya Ry,” kata Viska bermaksud menggoda Tia. Tia makin jengkel dibuatnya. Ary melirik Tia dan tak menanggapi Viska.
“Beneran gak makan siang diluar yang?” tanya Ary lagi sebelum Tia keluar dari mobil.
“Enggak, kalok kamu mau, sama Viska aja sana,” Tia membanting pintu mobil lalu berlari masuk menuju ke rumah sebelum Ary sempat untuk menyusulnya.
“Istirahat yang!” teriak Ary dari mobil.
Blam!
Tapi Tia sudah membanting pintu rumahnya.
Ary bingung dengan Tia dan memutuskan untuk pulang saja, “Kamu gak turun Vis?” tanya Ary.
“Kukira kita mau makan,” kata Viska lesu.
“Tia marah Vis, masak aku malah makan sama kamu, berdua,” kata Ary ketus tanpa melihat wajah Viska.
“Duh, Tia emang suka gitu. Caper sama kamu. Ya udah kalok gak jadi makan,” Viska membuka pintu mobil, ”Eh, tapi kapan-kapan jadi ya?”
Ary menoleh lalu tersenyum baru Viska keluar dari mobil.
“Hallo sayang? Jemput aku di kampus ya?” kata Tia dari telepon.
Ary ingin segera ke kampus dan menjemput kekasihnya itu, tapi dia sudah terlanjur ada janji lunch bersama Viska. Dan dia sekarang sudah berada di kursi depan mobil Ary, tempat Tia biasa duduk.
Tia mendengar jawaban Ary yang tidak dapat menjemputnya dengan tidak adanya rasa heran. Tia pun memutuskan pulang dengan taxi dan mampir beli cupcake keju di toko roti dahulu.
Taxi yang dinaiki Tia berhenti di depan rumah Viska. Setelah membayar, Tia turun dan mulai mengetuk pintu rumah Viska itu. Tapi tak ada jawaban. Tak ada sahutan. Dengan lemas Tia berjalan menuju rumahnya yang berada di seberang rumah Viska sambil memandangi cupcake keju kesukaan Viska.
Sejam berlalu. Tia mendengar suara mobil berhenti di depan rumah Viska dan tawa Viska yang renyah. Dengan cepat Tia segera keluar rumah untuk memberi cupcake keju kepada Viska. Tapi dilihatnya Viska sedang berpamitan dengan pemilik mobil dengan mengecup pipi.
“Ary..” suara Tia ternyata lebih keras dari yang ia duga.
Sang pemilik nama menyadarinya. Cupcake keju yang digenggam Tia jatuh dari tangannya. Kedua pasang mata itu menatap Tia dengan diam dan kebingungan. Tia berharap sang pemilik nama segera datang untuk menjelaskan semua kebohongan itu. Namun ia malah pergi dan Viska segera masuk rumahnya tanpa ada kata.
Seminggu berlalu. Dan minggu depan adalah hari pertunangannya dengan Ary. Seminggu itu Tia tak masuk kampus sama sekali. Hanya berdiam diri di rumah dengan dandanan siap masuk ke rumah sakit jiwa. Tak makan, tak mandi, tak minum, tak tidur. Semua organ tubuhnya seperti telah mati, seiring dengan gemuruh hujan yang melanda hatinya. Rambutnya acak-acakkan tak pernah disisir. Baju yang dipakainya sekarang juga tetap baju yang dipakainya saat dia melihat Ary dan Viska seminggu yang lalu.
Selama itu Tia hanya duduk melingkarkan tangan pada kedua lututnya sambil menggumamkan nama Ary dan memikirkan pertunangan yang tak mungkin terjadi itu. Tia tahu bahwa Ary lebih memilih Viska daripada dia. Hanya saja, dia tak siap menghadapi semuanya.
Ary yang selama ini menemani hari-harinya, sekarang pergi begitu saja tanpa penjelasan apa-apa. Tia harus menghadapi kenyataan itu dengan sakit yang teramat dalam.
Sebenarnya dia malu dengan kondisinya yang sekarang. Harusnya ia kuat menghadapi segala kenyataan. Cukup dia yang tahu bahwa ia begitu rapuh dengan kepergian Ary.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu rumah Tia.
Setelah menghapus air matanya dan merapikan rambutnya dengan ala kadarnya, ia segera  membuka pintu.
Betapa terkejutnya Tia setelah tahu siapa yang datang mengunjunginya. Ia adalah sahabat yang dulu sangat disayanginya namun sekarang ia menjadi orang yang paling ia benci.
Tia merapikan rambutnya lagi lalu mengajak Viska masuk dan duduk di sofa. Tia tak ingin menunjukkan rasa bencinya terhadap sahabatnya itu.
“Ti, aku ingin berkata sesuatu,” kata Viska dengan gugup. Ia begitu kaget dengan penampilan Tia sekarang. Dan kondisi rumahnya yang terlihat kotor dan tak tertata rapi. Viska merasa, bahwa Tia yang di depannya bukanlah Tia yang ia kenal.
“Sebentar, kamu duduk dulu ya. Biar aku mengambilkan minum untukmu,” kata Tia lalu berbalik menuju ke dapur.
Kata-kata Tia itu yang meyakinkan Viska bahwa Tia tetaplah Tia di dalam dirinya itu. Sekalipun penampilannya bukan menunjukkan ke’Tia’an, namun kebaikkan Tia tetap terpancar.
Viska segera menarik tangan Tia dan mengisyaratkan untuk duduk sebelum Tia benar-benar beranjak menuju dapur.
“Aku hanya sebentar Ti, aku hanya ingin berkata sesuatu padamu,” kata Viska.
“Baiklah kalau itu maumu,” Tia tersenyum, namun hatinya bergemuruh menahan sakit.
Viska mengambil tissue dari kotaknya di meja. Dipilin-pilinnya tissue itu hingga menjadi gulungan kecil. Bibirnya tiba-tiba beku, tak sanggup berkata-kata. Kakinya bergerak terus, tak dapat diam. Hatinya menahan sesak. Dipandangnnya wajah Tia yang sedang menunggunya berkata. Ada raut kesedihan disana, namun tertutupi oleh senyuman tipis di bibirnya.
Air mata Viska tiba-tiba pecah. Diraihnya tubuh Tia lalu direngkuhnya. Tia membalas pelukan itu dan matanya turut berkaca-kaca. “Kamu sahabat terbaikku Ti, tapi maafkan aku Ti.. Maaf..” kata Viska kemudian.
Air mata Tia ikut pecah. Keduanya berlinangan air mata.
“Aku tau seharusnya aku tak memiliki rasa ini. Aku sahabat yang paling jahat Ti, maafkan aku. Aku memang pantas kau benci,” kata Viska masih di sela isak tangisnya. Tangan Tia mengelus-elus punggung Viska untuk menenangkannya. Padahal Tia juga butuh untuk ditenangkan.
“Sudahlah Vis, semuanya sudah terjadi,” kata Tia.
“Tapi aku mencintai kekasihmu Ti..” Viska melepas pelukannya lalu menggenggam erat tangan Tia yang penuh dengan keringat. “Aku mencintainya dan dia juga Ti..” lanjut Viska.
Tia kaget sekalipun sebenarnya ia sudah tahu. Dilepasnya genggaman tangannya dari tangan Viska. Ditatapnya mata Viska dengan air mata yang tak terbendung, ”Dia?” Tia tak sanggup berkata-kata. Ia terlalu lemah menghadapi semuanya.
Viska diam, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tak sanggup melihat Tia dalam belenggu kesedihan.
“Menyedihkan sekali ya, ternyata kekasihku selingkuh dengan sahabat terbaikku sendiri,” kata Tia dengan nada menghibur. Disekanya air matanya dan mulai tersenyum. Namun air mata itu tetap keluar, tak dapat berhenti.
“Maafkan aku Ti.. Maaf.. Tapi aku tak dapat berbohong bahwa aku ingin bersamanya..” kata Viska.
Tia diam. Disekanya air matanya lagi dan menarik nafas dalam-dalam. Berusaha untuk menenangkan dirinya dan berusaha tegar.
“Kalau memang dia juga mencintaimu, maka aku rela melepaskannya untukmu..” kata Tia berusaha untuk tetap tersenyum.
“Maafkan aku Ti..” kata Viska kemudian keluar dari rumah Tia. Tak sanggup melihat wajah Tia yang dipenuhi senyuman dan air mata.
Ary, mungkin ini pesan terakhirku
Aku hanya ingin bertemu denganmu
Dan mungkin ini pertemuan terakhir kita
Jadi kumohon agar kamu datang ke rumahku malam ini
Tia memencet tombol send setelah mengetik sms itu untuk Ary, yang entah masih bisa disebut kekasihnya lagi atau tidak. Hatinya sedikit lega. Sekarang dia hanya perlu bersiap-siap untuk menemui Ary. Entah Ary akan datang atau tidak, dia akan tetap bersiap-siap. Jika memang semua ini harus berakhir, ia ingin semua ini berakhir dengan baik.
Dua jam telah berlalu. Sekarang Tia sudah siap untuk menemui Ary. Ia memakai dress cream kesukaannya yang Ary juga menyukainya setelah ia membasuh diri dengan lulur selama berjam-jam, menggantikan waktu mandinya selama seminggu ini. Wajahnya disaput bedak tipis dan ditambah lipstik pink tipis untuk mempercantiknya.
Daritadi ia menahan agar tidak membuat dandanannya luntur. Semerbak wangi tercium dari tubuhnya. Tidak terlalu tajam, namun cukup harum dan menyegarkan. Ia pun telah menyiapkan dua gelas sirup melon kesukaan Ary di meja dapur. Agar saat Ary datang ia hanya tinggal mengambilnya. Ia menunggu dengan tenang di ruang tamu. Sesekali ia menyisir rambutnya dengan tangan dan mengecek penampilannya melalui kaca di lemari pembatas ruangan.
Kali ini, ia hanya berharap Ary datang. Dan ia dengan tegar menghadapi semua, apapun yang dikatakan Ary nantinya.
Dengan sabar Tia menanti kedatangan Ary. Diliriknya jam dinding di ruang tamu yang menunjukkan pukul 8 malam. Tia hanya berharap Ary datang. Dan ia yakin bahwa Ary akan datang.
Tia mengantuk dan mulai ketiduran ketika didengarnya suara ketukan dari pintu rumahnya. Ia segera bangkit dan mengecek penampilannya sebentar sebelum membukakan pintu.
Senyuman lebar telah Tia suguhkan saat menyambut tamu yang datang itu. Dipersilahkannya Ary duduk dan Tia izin untuk mengambilkan minum.
Keringat Ary bercucuran dengan deras dari dahinya. Ia melihat sosok Tia yang tegar dan ia tak sanggup menyakitinya sekalipun ia telah mengkhianatinya.
Tia datang dan meletakkan minuman di meja. Kemudian ia ikut duduk, siap mendengarkan penjelasan Ary. Tapi Ary diam saja. Tia pun memutuskan untuk memulainnya terlebih dahulu.
“Aku senang melihat sahabatku senang. Namun disisi lain aku juga sedih karena aku harus kehilangan kekasihku.”
Ary tetap diam. Ia tak tau harus berkata apa pada Tia.
“Ary, aku tau ini tak mungkin berlanjut lagi. Aku sudah siap dengan semuanya. Aku hanya ingin mendengar penjelasan darimu, sekali pun semuanya sudah jelas bagiku.”
Ary tetap diam. Ia mainkan jemari-jemarinya. Keringatnya semakin banyak bercucuran.
“Ary, apakah yang dikatakan Viska benar?” tanya Tia akhirnya. Memancing Ary untuk berkata.
“Memangnya dia berkata apa?” Ary balik bertanya.
“Kamu bersama dia. Apakah itu benar?” Tia langsung to the point.
Ary semakin diam. Membatu. Membisu.
“Ary aku tak akan marah. Aku pun tak akan menyesal telah mengenalkan Viska padamu. Atau pun menyesali kenangan-kenangan yang telah kita buat selama ini. Saat masa-masa SMA kita, masa-masa kita pertama dekat, saat kita mengunjungi panti asuhan bersama, mencari dana sosial di jalanan, jalan-jalan sore di taman, makan bersama, dan masih banyak kenangan indah lainnya. Aku juga tak menyesali pertemuan kita yang telah menciptakan hubungan sejauh ini. Aku hanya ingin mengakhirinya dengan baik. Karena aku mengenalmu sebagai orang baik,” Ary yang tak dapat berkata-kata tiba-tiba menggenggam tangan Tia. Dilihatnya mata yang mulai berkaca-kaca itu. “Aku mengawali semuanya dengan baik. Aku pun ingin mengakhirinya dengan baik pula,” lanjut Tia, juga menatap mata Ary.
Tia melepas genggaman tangannya. Lalu ia berdiri dan berjalan menuju jendela. Wajahnya tak cukup kuat lagi menahan rasa sakit yang ia rasakan. Tia tak ingin Ary melihat air matanya. Yang Tia ingin Ary tahu bahwa Tia tegar menghadapi semuanya. Bukan karena Tia tak mencintai Ary, namun ia pikir lebih baik ia yang mengalah agar tidak menimbulkan masalah baru.
“Dan jika memang kau ingin meninggalkanku, tinggalkan aku dengan baik.”
Ary menghembuskan nafas dengan berat. Tia tetap menghadap jendela, tak sanggup menatap Ary. Jemarinya yang basah menggenggam erat jeruji-jeruji jendela.
“Tia maafkan aku. Aku tahu yang kau rasakan saat ini sangat menyakitkan. Selama ini aku tak mengejar kecantikan, kekayaan, kepintaran atau yang sebagainya. Aku hanya mengikuti kata hatiku. Selama ini aku lalui semuanya dengan indah bersamamu. Dan aku yakin bahwa aku tercipta untukmu dan kamu tercipta untukku. Namun setelah pertemuan dengan Viska, hatiku berkata lain..”
Air mata Tia menetes deras. Ia masih menghadap halaman rumahnya melalui jeruji-jeruji jendela.
“Dari awal aku tak menyalahkan apa pun. Mungkin ini memang rencana Allah yang terindah. Aku sangat yakin dengan itu,” kata Tia berusaha agar suaranya tak terdengar bergetar.
Ary mengeluarkan kotak kecil dari sakunya dan memainkannya, memutar-mutarnya dengan jemari-jemarinya.
“Ary,” panggil Tia sambil mengusap air mata. Tentunya tetap menghadap jendela. Ia tak sanggup, sungguh tak sanggup untuk memandang wajah lelaki yang sangat dicintainya itu.
Ary tetap memainkan kotak kecil di tangannya. Wajahnya menunduk.
“Aku sangat mencintaimu. Oleh karena itu, aku rela melepasmu dengan sahabat terbaikku daripada kau tetap bersamaku namun hatimu bersama orang lain. Aku hanya ingin berpesan padamu dan tolong berjanjilah padaku. Jagalah Viska dan jangan pernah khianati dia. Cukup aku wanita yang pernah kau sakiti, yang pernah kau khianati..” lanjut Tia tetap menghadap jendela, tetap dengan linangan air mata di pipinya.
Ary menghembuskan nafas dahulu sebelum menjawab, “Iya Tia. Aku berjanji atas nama Allah dan untukmu. Maafkan aku karena aku ingin bersamanya. Dan maafkan aku karena aku telah menyakitimu, telah mengkhianatimu,” Ary meletakkan kotak kecil yang ternyata cincin pertunangannya itu di meja dan beranjak pergi dari rumah Tia.
Tia yang masih menghadap jendela memejamkan matanya. Ia tak ingin melihat orang yang begitu ia cintai pergi meinggalkannya. Pipinya telah basah, sebasah rumput hijau di halaman rumahnya yang tersiram rintik-rintik air hujan saat ia telah membuka mata.
Lalu diambilnya selembar foto dari dalam dompetnya. Dipandangi foto lelaki itu dengan seksama. Ary Putra Wijaya telah pergi meninggalkan dirinya untuk bersama sahabatnya. Namun Tia yakin, hidupnya akan lebih indah seperti cuaca cerah ceria setelah hujan itu reda. Hujan yang menyisakan jutaan warna pelangi yang menyejukkan jiwa dan hatinya.

Jumat, 15 Maret 2013

semangat !

Lagi sibuk ngerjain cerpen sama novel :D
Doain yaa
Ntar aku posting kalok udah slesei ;)

Kamis, 07 Februari 2013

drama tiga puluh dua :)

hai blog, lama ya aku gak ngisi kamu. maaf maaf. aku baru beli notebook baru :D skarang lagi dibawa sama dia tapi.
blog, awal februari ini so bad ><
tgl 1 kmarin pagi2 kan ada acara pembukaan porseni di UIN, Nah aku ketilang blog. akhirnya sekarang aku gak boleh bawa motor. huhu
tapi ngangkot itu asik juga lho ternyata. hahaha
tgl 4 kamarin, aku ada pentas drama sastra judulnya "32'. mbanyol ceritanya. aku jadi tante2 girang. hahaha
Alhamdulillah pentasnya sukses dan kita dapet nilai 90 sekelas :)
perjuangan kami gak sia2 deh :)

Rabu, 23 Januari 2013

aku belajar

aku belajar melupakan seseorang yang melupakan diri ini
aku belajar memaafkan semua orang yang melukai
aku belajar menjadi yang terbaik untuk orang yang aku sayangi
aku belajar untuk selalu sabar menghadapi segala uji
aku belajar dari hal-hal kecil yang membuatku berarti
aku belajar menanti, aku belajar mandiri
aku belajar semua hal yang bisa kupelajari
terus belajar tanpa menghilangkan sebuah jati diri
tapi satu yang sulit untuk kujalani
saat aku harus tersenyum dimana orang yang aku sayangi menyayangi orang lain
mungkin aku juga harus belajar untuk membohongi diri sendiri

Senin, 21 Januari 2013

paramex ;D


ini obat untuk hilangin pusing yang sering diucapin dia :D. berhubung aku sering pusing dan waktu ke JP kalok naik wahana yang menguras adrenalin langsung munyeng, obatnya ya kata "paramex" dari dia. dan dia juga mengabadikannya dalam si bookku :)


dan kusadari, kumenemukan senyumnya dalam gambar itu :D

subhanallah, how beautiful morning today :)

bersyukur masih bisa menikmati indahnya pagi. dengan indahnya hamparan rumput hijau di sekujur tubuh gunung putri tidur, dan diselimuti kabut tipis yang menawan. lalu memancarkan semburat warna pelangi yang berujung pada awan putih. kumengendarai dengan tatapan takjub melihat semua hal itu. sambil bersyukur sepanjang waktu karena telah dianugrahi hidup. kemacetan untuk menunggu giliran melewati jembatan kecil tak terasa menyebalkan seperti biasanya. kuhirup udara segar yang belum banyak tercemar polusi ini. sejuk. sangat sejuk. sungai lebar yang arusnya mengalir perlahan, menambah keindahan pagiku ini. dan senyum sang pelangi, masih tersimpan di hati. walau ku tak sempat mengabadikannya dalam lembaran memori.

Sabtu, 19 Januari 2013

massage or message for me? :D

kemarin pulang sekolah, gantian dia yang ngasih sketchbooknya ke aku. setelah dia menyandra notebookku. gantian dong, masak cuma dia yang megang bukuku, sampek tiga hari lagi. dan akhirnya sekarang aku membawa sketchbooknya. hahaha. tapi katanya cepet dibalikin soalnya itu separuh hidupnya. halah alay dia --". padahal rencanaku sketchbooknya biar tak sandra dulu bertahun-tahun, kalok bisa ya berabad-abad. hahaha. tapi aku udah lihat semua gambarnya. dan salah satu gambar itu untukku, dan ada pesannya :) thanks big broo ;)


Jumat, 18 Januari 2013

sakit hati itu selalu ada

kesabaran adalah kunci utama dalam semua hal. terutama dlam hal sakit hati. yah, sakit hati itu selalu ada. entah itu karena disakiti teman kita, sahabat, ortu, ataupun pacar. sabar. hanya sbar yang bisa mengendalikan. dan hati yang memilih untuk memberitahukannya kepada orang lain atau menyimpannya sendiri. namun jika menyimpan sendiri, terkadang sakit hati itu semakin menjadi-jadi. dan tak banyak orang yang 'kuat' untuk menyimpannya sendiri.
contohnya saya sekarang ini, jujur saya adalah ornag yang tak bisa menahan rasa sakit hati saya sendiri. inginnya ya orang2 tau kalok saya sakit hati. terlebih orang yang menyakiti juga tau dan sadar atas perbuatannya. bukan bermaksud apa, hanya ingin dia sadar dan tak seperti itu lagi. TITIK.
tapi tak banyak juga orang yang langsung sadar jika telah menyakiti hati orang lain. karena terkadang hanya hal kecil. SEPELE.
sekarang ini, saya sedang latihan. yah, bukan latihan pertama saya sih. tapi sulit untuk menghilangkan rasa sakit hati itu. memang sepertinya semua yang saya lakukan salah dimata dia. memang saya harus mengikuti kata2nya. dan memang dia adalah yang memperbaiki pementasan itu. tapi, kenapa usaha saya selalu salah dimatanya? mengapa seperti dia yang selalu benar? apa aku hanya bisa tunduk dan patuh dengan perintahnya? sekalipun pendapatku atau masukanku benar? mengapa selalu aku yang salah? dan KAMU merasa selalu benar. jangan karena kau memiliki wewenang sehingga kamu seenaknnya sendiri. TANPA KAMI, KAMU PUN TAK BERARTI !

inget gak? pasti inget? rindu? apalagi !

ini foto pas aku kelas 3 SMP. saat classmeet. kami, anak kelas 9 Al-Khawarizmi, 9Al-Gebra, dan 9Ibnu Sina menang semua dalam lomba kasti. kangen ya sama kalian. pengen deh kumpul lagi kayak dulu. makan bareng, balajar bareng, main bareng, hujan2 bareng, tidur bareng (pastinya di kasur sendiri2). emang kita hidup di asrama. suka dan duka akan selalu tersimpan dihati kita :) pengen reuni, pengen kumpul lagi, walaupun cuma untuk menceritakan masa2 kita dulu. aku rindu :')
 

Kamis, 17 Januari 2013

pelupa !

emang udah jadi kebiasaan burukku. lupa! yap. aku emang anaknya pelupa. dan selalu yang dilupakan adalah hal yang penting. contohnya nih, belum ada sejam buat blog ini, mau sign in lagi kok udah lupa password. parah kan? dan password twitter itu juga udah lama lupa. makanya aku gak pernah twitteran :D. dan sekarang aku males buat mbikin yang baru. sudah terlanjur asyik dengan facebook. :) :D

blue=happy hari ini setelah yellow=sad kemarin :)

pulang sekolah ini, aku jadi ketemu sma dia. cuma buat ngasih kado. yap, dia kemarin ulang tahun. harusnya sih, aku mau ngasih kemarin, tapi orangnya pulang duluan. aku marah? paasti ! dan orangnya bener2 minta maaf sama aku. yah, jujur sih, aku gak bisa marah beneran. cuma ya mangkel aja. pernah juga aku sama dia mau nonton, eh ternyata dianya gak bisa. dan tau apa? soalnya dia ketemuan sama mantannya! trus cerita ke aku kalok sakit hati gara2 mantannya itu. so? aku jadi pelampiasaanya gitu? tapi aku posthink aja wes :) kalok dipikir2 emang sulit apa yang dialami si mas. dan aku yang harus ada buat menghiburnya :)
yap, kembali ke topik, setelah ngasih kado, dia pulang. aku harus latihan drama dulu buat pementasan bahasa indonesia dan sastra. trus dia sms, isinya makasih banyak dan menanggapi kartu ucapanku. dan dia berkata bahwa hari ini dia seneng banget. yah, kuharap dia bahagia karena aku :) :D

new blog

hai blog baru. semoga kamu tak terbengkalai seperti blogku yang sebelumnya ya :)
berhubung aku belum ada modem :D dan males banget kalok harus ke warnet dulu, aku lebih suka nulis di notebookku. yap, si book. dia adalah notebookku yang ke-6 sejak aku kelas 2 SMP. kelihatan jarang nulis ya kalok sekarang aku udah kelas 2 SMA. haha. tapi alhamdulillah sekarang aku udah sering nulis, walaupun yang dituliis GeJe, yang penting nulis. yah, di si book itu.
si book adalah nootebookku yang paling spesial. karena dia pernnah dibawa oleh seseorang yang sudah aku anggap seperti masku sendiri :). dan dia menggambar-gambarinya.
sempet malu sih, soalnya si book itu isinya kebanyakan ya tentang dia. tapi lihat reaksi dia yang bagus, gakpapalah :D